Pertemuan Pengurus PERDHAKI
Dan Pemilik Rumah Sakit
Jakarta, 10 Januari 2023, jam 08.00 – 17.30
“Berjalan Bersama Melayani Orang Sakit”
Pengantar
Saya, Mgr. Dominikus Saku, Uskup Atambua, Delegatus Kesehatan (DelKes) KWI, mengucapkan salam jumpa dan salam sehat dalam pertemuan PERDHAKI dan Pemilik RS (Kat) kali ini. Kiranya saya mewakili para Bapa Uskup se-Indonesia, terlebih kami yang masih bergelut dengan lingkaran setan dan jalan buntu persoalan yang mendera karya pelayanan kesehatan di Keuskupan masing-masing.
Maaf di tengah segala kesibukan pasca Covid-19 dan bolak-balik perjalanan yang sangat berdekatan, saya hanya bisa mengikuti Pertemuan penting ini secara daring.
Dalam semangat Synodalitas Gereja, saya tidak memberi arahan. Saya hanya mau menghantar kita untuk makin menyadari dan menghayati Spirit Pelayanan Total yang menjadi jiwa dari hidup dan tugas perutusan kita sebagai Gereja.
Syukur, kita boleh hadir dan berbagi kisah tentang kiprah pelayanan kesehatan di lingkup RS-RS Katolik, khusus di Era Reformasi yang penuh tantangan dan disrupsi. Semoga kita saling belajar, bagaimana berdiri tegar di tengah arus akselerasi perubahan, kuatnya gelombang tantangan jaman dan gejolak kemajuan teknologi medis dan silih-bergantinya berbagai regulasi dalam pelayanan kesehatan yang sangat menantang dan bahkan mematikan. Semoga berbagai pengalaman baik pengelolaan RS Katolik jadi inspirasi untuk langkah kita ke depan.
1. Berjalan Bersama : Persekutuan, Partisipasi, Misi
“Orang-orang miskin (sakit & malang) selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu” (Mat 26, 11). Kondisi takdiran bumi dan manusia yang penuh kekurangan dan keterbatasan, dengan aneka persoalan hidup dan kemelut, sudah jadi konsumsi harian kita. Dikatakan planet bumi bisa beri makan 50 milyard orang. Tapi baru saja penduduk bumi mencapai 8 milyard 17 orang per 1 November 2022, kita sudah ngos-ngosan dan menjerit akibat prediksi krisis global yg mengintai seantero dunia.
Dalam 10 tahun terakhir, kita kawanan kecil merosot secara kuantitatip dari 5,2 % menjadi 3,8 % dan jatah kita dari Kue Pembangunan Nasional pasti makin kecil. Dari Panorama PERDHAKI selama 10 tahun terakhir, tercatat banyak Unit Pelayanan Kesehatan (terbanyak Klinik) yang tutup karena tidak sanggup memenuhi segala persyaratan peraturan perundangan yang berlaku, sementara banyak RS berorientasi profit dengan korporasi kuat dan berbasis agama tumbuh bagaikan cendawan di musim hujan. Di tengah arus tantangan ini, RSK dan Unit-Unit Pelayanan Kesehatan Katolik perlu makin berbenah diri, terbuka dan lapang hati berkarya dalam semangat korporatisasi dan manajemen modern, dan dalam cahaya iman, berani berjalan bersama, bergandengan tangan dengan banyak orang/pihak yang berkehendak baik, makin berani menjadikan orang-orang sakit berpartisipasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan reparative kesehatan, sehingga tidak gampang dijadikan objek segala regulasi dan paket-paket program pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas pelayanan kesehatan, RSK tetap terpanggil untuk melaksanakan misi menyembuhkan, menyehatkan dan memulihkan kehidupan sebagai terang yang bercahaya dalam diri setiap pasien sehingga lebih siap menghargai kesehatan sebagai anugerah agung Allah atas dirinya dan lebih siap menerima saat terakhir kehidupan sebagai Hari Pemulihan hidup secara sempurna dalam Tuhan. Tidak gampang berjalan bersama pasien yang sulit keadaannya karena potensi dan resiko kehilangan harapan di jalan kehidupan yang sulit dan gelap.
Saya mengutip kesaksian seorang pasien yang sudah Almarhumah: “Saya ingin sepenuhnya menyerahkan sakit ini kepada Allah; kalau Allah mengizinkan saya sembuh, pasti terjadi. Namun kalau Allah menghendaki lain, saya akan patuh kepada-Nya.” (Kematian yang Menakjubkan, 210).
2. 6 Pilar Transformasi Pelayanan Kesehatan : The Man Behind Medical Treatment Management : Person – People Centered
6 Pilar Transformasi Pelayanan Kesehatan:
(1). Transformasi Pelayanan Kesehatan Primer
(2). Transformasi Pelayanan Kesehatan Rujukan
(3). Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan
(4). Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan
(5). Transformasi SDM Kesehatan
(6). Transformasi Teknologi Kesehatan
Kita patut mengapresiasi dan menghargai setiap upaya Transformatip dan Reformatif Pelayanan Publik Pemerintah demi tercapainya kesejahteraan umum bagi semua orang. Kita berbangga dan bersyukur karena makin banyak orang memperoleh pelayanan di Faskes yang makin baik, termasuk daerah-daerah terpencil.
Kita perlu sadar, semua jenis kemajuan yang diidamkan, diupayakan dan dicapai, selalu membawa banyak tuntutan, sekaligus keterbatasan. Kita bisa terperangkap dalam banyak godaan yang memperbesar tendensi “Lapar & Haus” yang tidak tahu batas. Tidak perlu kita heran akan “Obesitas Fisik” yang melanda banyak orang jaman now. Yang lebih parah, makin menguat dan meluasnya “Obesitas Mental” yang mendorong banyak tindakan manipulatif dan koruptip di banyak bidang pelayanan publik, termasuk bidang pelayanan kesehatan, seolah terobsesi daya korosif gurita ketidakpuasan hidup. Orang lapar dan haus bukan atas makanan dan minuman, tapi atas hasrat tak terkontrol dari naluri penguasa.Gampang sekali para pasien, khususnya mereka yang paling membutuhkan layanan kesehatan, di daerah-daerah terpencil dan slum kehidupan, ditempatkan di ekor antrean pelayanan. Tidak jarang banyak pasien tak berdaya dilayani seadanya dan melalui mekanisme “kambing hitam”, dibiarkan mati dalam ketidakberdayaan.
Pelayanan Kesehatan di RSK atau unit pelayanan katolik hendaknya berdiri kokoh di atas panggilan perutusan yang berpegang teguh pada semangat pelayanan People – Personal Centered Treatment. *****
3. Humanae Vitae Di Hadapan Teknokratisasi & Birokratisasi Pelayanan Medis
Heran, di Era Reformasi, di mana kita berada di jaman menguatnya Demokrasi dan HAM (KAM & TAM), menguat juga arus Teknokratisasi, Birokratisasi dan Robotisasi dalam pelbagai ranah pelayanan publik.
Dalam konteks mentalitas berpikir Naturalistik-Humanistik-Atheistik, tercetuslah slogan “The Survival of the Fittest” (Daya tahan dari yang terkuat), yang seolah dibenarkan untuk meng-eliminir dan menghancurkan yang lemah. Orang terkesima dengan praktek Euthanasia, pengembangan teknologi stem cell, fertilisasi bayi unggul, dll., sampai lupa bahwa Allah mencipta semua yang agung justru dari hal-hal yang kecil sederhana dan menyempurnakan semuanya berdasarkan kasih.
Di bawah hembusan tendensi Efisiensi dan Efektivitas, Pengagungan Kesuksesan dan Kemajuan, Liga Pengendalian Kelahiran (Birth Control League) yang dipelopori aktivis radikal Margareth Sanger (1917), lalu dipropagandakan dan bermetamorfosis sebagai Planned Parenthood (KB) yang menghalalkan segala cara. Indonesia mempropagandakan KB dengan tagline 2 Anak Cukup, laki-laki atau perempuan sama saja. Menyusul UU Aborsi, Bantuan Sosial bersyaratkan KB marak di banyak Desa/Kampung KB, tapi dengan kondisi kesehatan dasar dan rujukan yang parah. Kita pencipta krisis berkepanjangan dan multidimensional yang berujung kematian di masa depan. Syukur, Gereja Katolik tetap berdiri kokoh membela hak kehidupan, terlebih hidup dari mereka yang paling lemah karena merekalah ciptaan kesayangan Allah yang begitu luhur. Merekalah kesayangan Allah yang patut dipertahankan, dilindungi, dirawat dan ditumbuh-kembangkan hidupnya. Semoga kita tetap terpangil untuk merawat dan memelihara semua yang kecil-lemah tak berdaya dan ditempatkan di tempat pembuangan akhir.
4. Perubahan Paradigma : Dari Mens Sana In Corpore Sano Menjadi Corpus Sanum In Mentem Sanam
Kita ingat semboyan yang terkenal di dunia formasi dan medis: Mens sana in corpore sano (Pikiran/jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat). Ternyata motto ini berasal dari dunia komersial yang mengarah kepada hidup berbiaya tinggi (high cost life). Kita diajari terus-menerus untuk mengupayakan badan yang sehat, dengan tawaran berbagai obat (supplement) dan makanan yang terbaik dan termahal. Tanpa sadar kita terpacu dan terpicu ke arah keserakahan dan kesombongan yang. Inilah penyakit kemanusiaan yang berbahaya. Kesehatan fisik-mental (manusiawi) dimulai dari hal-hal sederhana dan tanpa biaya, seperti tersenyum, menghirup udara segar sambil jogging, sapaan ramah, suasana gembira di tengah keluarga, tempat kerja, dll. Kita perlu mengembangkan pelayanan yang lebih berorientasi “Corpus Sanum in Mentem Sanam”, yakni bahwa jiwa yang sehat dan gembira menuntun seluruh organ kita menjadi sehat dari dalam diri kita sendiri. Dari pengalaman dapat diketahui bahwa orang-orang kecil daridesa-desa yang tidak biasa mengkonsumsi obat, dapat terbantu dengan obat generik yang murah dan terjangkau. Sebaiknya mereka yang terbiasa mengkonsumsi obat-obatan, terpaksa mengeluarkan ongkos besar utk obat-obat paten yang selalu meningkat permintaannya.
Semoga pelayanan kesehatan Katolik terbuka hati menerima dan menawarkan daya penyembuhan Tuhan yang Maha efisien dan Maha efektif. *****
Terimakasih, Tuhan memberkati selalu
+Dominikus Saku