Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) yang diperingati pada tanggal 24 Maret setiap tahun
dirancang untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa Tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih menjadi epidemic di dunia. Di Indonesia Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit menular lainnya.
Pelaksanaan Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2018 dapat dijadikan sebagai
momentum dimana kesadaran masyarakat tentang bahaya TBC meningkat dan dilakukan melalui aksi Gerakan Temukan TBC Obati Sampai Sembuh (TOSS TBC) yang merupakan kegiatan penemuan kasus secara aktif dan masif sekaligus mendorong pasien TBC untuk memeriksakan diri dan menjalani pengobatan sampai tuntas.
Sejalan dengan Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) melalui Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) Indonesia mengambil Tema Peringatan HTBS tahun 2018 yaitu Peduli TBC, Indonesia Sehat dengan aksi Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh (TOSS TBC). Melalui tema dan aksi ini diharapkan seluruh masyarakat lintas program dan lintas sektor dengan mendukung program Pengendalian TBC mampu menempatkan TBC sebagai isu utama di semua sektor.
Upaya pencegahan dan Pengendalian TBC tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan
semata tetapi perlu komitmen multisektoral karena permasalahan Tuberkulosis terbesarnya adalah masalah non teknis. Penyebarluasan informasi tentang TBC kepada masyarakat akan meningkatkan pengetahuan dan kepedulian untuk mencegah penularan TBC. Sehubungan dengan hal tersebut Kemenkes telah membuat materi KIE untuk kampanye Pencegahan Penularan TBC antara lain berupa Spanduk, Leaflet, Postter, dll, seperti terlampir dibawah ini.
Mohon kita semua dapat membantu menyebarluaskan informasi tentang TBC ini kepada masyarakat luas agar aksi TOSS TBC dapat berhasil.
— Bunda Gereja: “Ibu, inilah, anakmu… Inilah, ibumu. Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”. Itulah tema Hari Orang Sakit Sedunia ke 26 tahun 2018. Tema ini merupakan pesan Bapa Suci Paus Fransiskus untuk Hari Orang Sakit Sedunia (HOSD) ke 26 yang ditetapkan dari kata-kata yang diucapkan Yesus dari atas salib kepada Maria, Ibu-Nya, dan Yohanes. Kata-kata Tuhan itu dengan terang benderang menerangi misteri Salib, yang tidak menghadirkan tragedi keputusasaan, namun lebih tepatnya menunjukkan kemuliaan-Nya dan kasih-Nya sampai akhir. Kasih itu menjadi dasar dan kaidah bagi komunitas Kristiani dan hidup dari setiap murid Kristus.
Misa HOSD di RS. Carolus Borromeus Kupang
Pada hari Minggu 11 Februari 2018, RS St. Carolus Borromeus memperingati Hari Orang Sakit Sedunia yang secara rutin diperingati setiap tahunnya dengan mengadakan Misa Ekaristi dan pembagian bunga kepada orang sakit sebagai wujud empati dan kepedulian terhadap mereka yang menderita dan berkesesakan hidup. Misa pada HOSD ke-26 ini secara spesial dipimpin oleh Bapa Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, dan dihadiri oleh pasien serta karyawan RS St. Carolus Borromeus, juga umat Paroki-Paroki sekitar. Diperkirakan sebanyak lebih kurang 250 orang menghadiri misa peringatan HOSD yang diadakan di lobby depan RS St. Carolus Borromeus pada sore hari tersebut.
Dalam homilinya, Bapa Uskup menyampaikan peran rumah sakit Katolik yang memiliki fungsi sosial dan bukan sebagai rumah sakit yang berorientasi dalam pencarian keuntungan semata. Pelayanan tulus terhadap orang-orang sakit, terlebih yang menderita dan berkesesakan hidup harus menjadi inti daripada keberadaan rumah sakit Katolik. Hal ini memang secara nyata membedakan rumah sakit Katolik dari rumah sakit-rumah sakit lainnya, dimana pelayanan yang bersumber pada cinta kasih memiliki ketulusan dan warna pelayanan yang peduli terhadap sesama, dan hal ini senantiasa berusaha dihidupi dan diwujudkan oleh RS St. Carolus Borromeus.
Dr. Herly (Direktur RS. Carolus, Kupang) memberi bunga kepada pasien anak
Salah satu yang menjadi tradisi RS St. Carolus Borromeus dalam peringatan HOSD ini adalah pembagian bunga. Pembagian bunga dilakukan oleh para Konselebran dan oleh Direktur RS St. Carolus Borromeus kepada pasien-pasien, baik pasien yang berobat jalan maupun pasien di bagian rawat inap. Tampak wajah para pasien yang berubah menjadi gembira setelah menerima bunga, sehingga diharapkan pembagian bunga dapat membantu meringankan penderitaan psikis pasien yang sedang dirawat.
Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang berjabat tangan dengan pasien
Eduardus (54), salah seorang pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap RS St. Carolus Borromeus karena penyakit lambung, mengaku sangat gembira dan tidak menduga dapat berjabat tangan dan menerima Hosti langsung dari Bapa Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang. Momen langka ini terjadi ketika Bapa Uskup yang memimpin perayaan Misa Ekaristi membagikan Hosti kepada pasien-pasien yang terbaring di ranjang ataupun di kursi roda sehingga mengalami keterbatasan fisik untuk berjalan menerima Tubuh Kristus ke depan Altar. Eduardus pun sempat berjabat tangan dan mendapat berkat dari Bapa Uskup seusai Misa HOSD. “Saya merindukan bersalaman langsung dengan Bapa Uskup. Sudah 54 tahun saya hidup, tapi hal ini baru dapat terwujud hari ini”, ujarnya sembari tersenyum gembira.
Peringatan HOSD ini ditutup dengan kunjungan Bapa Uskup dan para Konselebran serta Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Borromeus kepada para pasien yang menderita terbaring sakit dalam perawatan di RS St. Carolus Borromeus.
Dalam Surat yang berisi pesan untuk Hari Orang Sakit Sedunia ke-26 tahun 2018 ini, Bapa Suci Paus Fransiskus mengatakan: “Semoga Perawan Maria menjadi pengantara untuk Hari Orang Sakit Sedunia ke-26. Semoga ia membantu orang-orang sakit untuk menyatukan penderitaan mereka dengan penderitaan Tuhan Yesus. Dan, semoga ia mendukung mereka semua yang merawat orang sakit. Kepada semua orang sakit, pelayan kesehatan dan relawan, saya memberikan berkat Apostolik saya”. [/ERC]
Bertempat di Aula Paroki Kuneru, Atambua, Kab Belu, pada hari Jumat 6 Oktober 2017 telah dilaksanakan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Adapun tujuan kegiatan penyuluhan ini adalah untuk menurunkan jumlah kasus baru, menurunkan angka kematian, menghilangkan stigma dan diskriminasi.
Merupakan komitmen kita untuk mewujudkan Getting To 3 Zeroes: Zero New HIV Infection, Zero Stigma and Discrimination dan Zero AIDS Related Death harus tercapai. Dan masyarakat dunia akan berupaya untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG).
Hingga Juni 2017 terdapat 1.019 kasus, angka pengidap HIV di Belu. Kondisi inilah yang menempatkan Kabupaten Belu peringkat kedua setelah Kota Kupang.
Penyebab utama semakin meningkatnya penderita HIV/AIDS di Belu adalah perilaku seks yang menyimpang dari pasangan yang sudah menikah dimana pereselingkuhan pasca pernikahan juga menjadi pemicu meningkatnya angka penderita.
( Kebanyakan mereka tertular HIV sekembali dari merantau sebagai buruh migran)
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri sejak dini juga masih menjadi hambatan utama dalam menekan angka penderita HIV/AIDS.
Pada saat peserta registrasi, mereka diberi kertas yang berisi pertanyaan2 seputar HIV. Kami lakukan quick pre test. Pertanyaan tidak banyak berkisar 10 pertanyaan seputar HIV/AIDS.
Hasilnya 90% dari 50 orang peserta hampir sama kurang mengertinya tentang HIV dan 90% dari mereka semua masih terstigma. Mereka berpendapat penyakit HIV sangat berbahaya dan penderita harus disingkirkan… Jadi kegiatan ini sangat perlu untuk dilaksanakan.
Penyuluhan HIV dilaksanakan oleh KPAD Kab Belu. Dalam penyuluhan ini dibahas segala sesuatu tentang HIV/AIDS, mulai dari virus HIV, cara penularan, gejala, pengobatan, dan cara pencegahannya. Materi tersebut diberikan dengan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dimengerti oleh peserta yang mayoritas pendidikannya rendah,
Disamping penyuluhan tentang HIV/AIDs Peserta juga diberi penyuluhan oleh Pastor dari Komisi Migran Perantau, Keuskupan Atambua tentang : “ Bagaimana menjadi Buruh Migran Aman “.
Masyarakat di NTT, tidak terkecuali di Kab Belu, mayoritas dari mereka memilih menjadi tenaga kerja ilegal. Mereka sama sekali tidak memiliki dokumen-dokumen resmi dan tujuan kepergian mereka ke perantauan antara lain Malaysia / Kalimantan dengan melalui penyalur tenaga kerja yang tidak resmi. Akibatnya mereka tidak mendapat tempat bekerja yang aman dan nyaman…
Penyuluhan ini dapat menarik perhatian peserta dengan dibuktikan oleh banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para peserta.
Nara sumber dan peserta dalam sosialisasi HIV/AIDS dan pemberdayaan perempuan
Akhir dari penyuluhan, dihadirkan testimoni seorang Odha. Dia seorang Ibu RT yang tertular HIV dari suami yang bekerja sebagai TKI di Malaysia. Sekembali suami dari merantau selalu sakit dan berat badan turun drastis. Setelah diperiksa di Puskesmas ternyata dia mengidap HIV/AIDS. Saat ini suaminya sudah meninggal.
Ibu tersebut mengisahkan betapa terpukulnya dia ketika dia di vonis telah tertular HIV. Setiap saat yang dia inginkan hanyalah “bunuh diri”…… dan diceritakannya bagaimana dia selalu mengurung diri, tidak ada nafsu makan sehingga berat badan pun turun sangat drastis. Beruntung ada seorang VCT (konselor) yang mendampingi dia, selalu menguatkan dan menjadi pendamping meminum obat ART. Kehadiran seorang pendamping mampu membuat dia survive, mampu bangun dan harus siap menatap kedepan untuk membesarkan anak-anaknya. Ibu itu telah dikaruniai 2 anak, sebelum suami menjadi TKI.
Inilah pernyataannya : “Cukuplah ! Saya saja yang menderita HIV, jangan ada orang yang tertular penyakit mematikan ini”.
Dan permintaannya adalah : Kami mohon jangan di kucilkan dan didiskriminasi, ini hal yang sangat menyakitkan. Perlakuan ini dapat membunuh kami (ODHA) secara pelan-pelan….
Dia mengisahkan, bagaimana kedua anaknya selalu mengingatkan agar mama tidak lupa minum obat ART dan merekalah yang menyiapkan obat-obat untuk mamanya.
Kami, duduk makan bersama Ibu ODHA, berjabat tangan dan merangkul dia. Kami bertanya kepada peserta apakah mereka (peserta) juga masih akan mengucilkan ODHA atau mendiskriminasi mereka ? Seluruh peserta menjawab serentak dengan suara cukup lantang : “ TIDAAAAK “ Silahkan buktikan sikap anda itu dengan mau menjabat tangan Ibu ODHA ini sebagai ucapan terima kasih atas kesaksiannya…….
Semua peserta bersedia menjabat tangan Ibu ODHA, bahkan ada beberapa peserta yang menitikkan air matanya, tanda rasa terharu mereka.
Demikianlah, peserta penyuluhan HIV /AIDs bisa berubah mindset nya terhadap HIV ketika mereka mengerti dari sumber yang benar apa yang menjadi masalah mereka, setelah menerima pencerahan.
Posyandu Wijayakusumah Bandung Juara Lomba Nasional
Melalui Kemitraan dengan RS Santo Borromeus
Oleh : Theresia Suheni, AMK
Yohanes Sugimo, SE
Maria Desli S.KM
Rumah Sakit Santo Borromeus (RSB) adalah salah satu rumah sakit swasta di kota Bandung yang mendukung program pemerintah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya promotif dan preventif. Dukungan RS. Santo Borromeus melalui bagian Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS RSB) terbukti dengan terlaksananya program promosi kesehatan salah satunya kegiatan promosi kesehatan rumah sakit.
Salah satu kegiatan promosi kesehatan rumah sakit adalah kemitraan. Kegiatan kemitraan dilakukan pada beberapa instansi baik pemerintah maupun swasta, salah satunya menjalin kemitraan dengan Posyandu Wijayakusumah di RW 13 Kelurahan Sekeloa Selatan Bandung. Secara adminstratif lokasi RS. Santo Borromeus berada dalam satu wilayah kecamatan dengan Posyandu Wijayakusumah yaitu kecamatan Coblong kota Bandung.
Pelaksanaan promosi kesehatan untuk Posyandu Wijayakusumah dilakukan 1 bulan sekali setiap Senin minggu ke-4 yaitu edukasi untuk kader dan masyarakat yang tinggal di sekitar atau masyarakat yang datang berkunjung ke Posyandu Wijayakusumah. Materi promosi kesehatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan para kader Posyandu dan masyarakat, seperti Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), gizi pada ibu hamil, gizi pada bayi dan balita, kesehatan ibu dan bayi dan manajemen laktasi.
Untuk mengoptimalkan tumbuh kembang bayi dan balita, bagian Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS RSB) melakukan pelatihan pijat bayi untuk kader Posyandu Wijayakusumah sehingga keterampilannya berguna untuk masyarakat sekitarnya. Pijat bayi bermanfaat untuk perkembangan fisik dan emosi bayi dan sarana indah membangun ikatan emosional yang kuat antara bayi dan orang tua. Pelatihan diberikan oleh bidan RS Santo Borromeus yang sudah bersertifikat dan kompeten. Para kader dibekali dengan teori ilmu dasar kesehatan dan keterampilan pijat bayi. Untuk memastikan standar kompetensinya Kader Posyandu Wijayakusumah mendapat pembinaan rutin dari RS Santo Borromeus.
Setelah mendapat pelatihan para kader melakukan pijat bayi di Posyandu Wijayakusumah dan melakukan inovasi layanan online Kasaba (Kader Sayang Balita) di mana para kader Posyandu Wijayakusumah bisa dipanggil melakukan pijat bayi di rumah warga (masyarakat). Pada saat memberikan pelayanan para kader juga memberikan penyuluhan dan konsultasi tentang kesehatan dasar bagi ibu dan anak. Dengan kehadiran dan kegiatan kader dari rumah ke rumah warga, hak anak untuk mendapatkan kesehatan optimal terpenuhi sehingga menjadikan generasi terbentuk penerus bangsa yang sehat dan kuat.
Kiprah bidang kesehatan yang dilakukan Posyandu Wijayakusumah mendapat pengakuan dari pemerintah dan masyarakat dengan keluar sebagai Juara Nasional Lomba Posyandu 2017, dan dipublikasikan oleh harian Kompas Senin, 29 Mei 2017. Untuk mengikuti lomba Posyandu Wijayakusumah mempersiapkan diri dengan baik dan konsisten, dan bermitra dengan RS. Santo Borromeus sebagai pembinanya. Dan bukan hanya dalam rangka perlombaan saja namun aktivitasnya berlangsung rutin sebagai tanggung jawab dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.
Keberhasilan Posyandu Wijayakusumah sebagai Juara Lomba Posyandu Nasional 2017 berkat kerjasama yang baik antara pengurus, para kader dan pihak ketiga. Salah satu pihak ketiga adalah RS Santo Borromeus yang aktif memberikan bimbingan bidang kesehatan berkelanjutan. ***
Kata kunci : Posyandu, Kemitraan, inovasi, pijat bayi, berkelanjutan
Rapat Pimpinan rumah sakit-rumah sakit anggota Perdhaki telah berlangsung di Hotel Aston, Kupang, Nusa Tenggara Timur, tanggal 10 – 13 Agustus 2017. Rapat tersebut dihadiri oleh 206 orang perwakilan dari rumah sakit-rumah sakit anggota Perdhaki. Setelah mendengarkan masukan-masukan dan mengadakan diskusi-diskusi yang mendalam di bawah tema: Strategi Rumah Sakit untuk tetap berkembang di Era JKN, rapat memutuskan dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
Rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI perlu menggalang dana filantropis (kemanusiaan) dari berbagai pihak baik di dalam gereja maupun di luar gereja
Rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI harus tetap melakukan misi kemanusiaan namun sehat financial.
Rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI perlu tetap mengikut perkembangan teknologi digital dalam pelayanannya.
Komite Medis-Komite Medis rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI perlu memberikan dukungan maksimal kepada managemen rumah sakitnya masing-masing.
Rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI didorong untuk mulai melaksanakan pengelolaan Rumah Sakit dengan sistem Korporatisasi demi meningkatkan daya saing di era JKN.
PERDHAKI Pusat perlu mengsosialisasikan pentingnya korporasi bagi keberlangsungan pelayanan kesehatan yang dinaungi oleh tarekat atau keuskupan.
PERDHAKI mendorong kerja sama yang lebih intens antara rumah sakit besar dan rumah sakit kecil yang menjadi anggotanya dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga dokter umum, dokter spesialis dan tenaga kesehatan dengan kompetensi khusus lainya melalui penerapan Sister Hospital
Rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI didorong untuk merealisasikan kerja sama dengan APTIK (Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik) demi mewujudkan pelayanan kesehatan yang maksimal dan mendukung pengembangan pendidikan katolik.
Rumah sakit-rumah sakit anggota PERDHAKI perlu mulai menyusun Clinical Pathway untuk efisiensi dalam pelayanan pasien.
PT Karya Dharma Utama milik Perdhaki perlu dihidupkan kembali untuk mendukung karya pelayanan kesehatan para anggotanya maupun Perdhaki sebagai organisasi.
PERDHAKI Pusat perlu mengambil peran lebih aktif dalam memfasilitasi kepentingan para anggotanya baik dalam relasi internal (antara para anggotanya) maupun antara para anggota Perdhaki dengan pihak luar, misalnya Pemerintah dalam hal-hal seperti kebijakan JKN, FORNAS, dll.
PERDHAKI Wilayah perlu ditingkatkan perannya agar dapat membantu para anggotanya secara maksimal.