Workshop Bagi Pimpinan Unit Dalam Persiapan Akreditasi Klinik

Workshop Bagi Pimpinan Unit Dalam Persiapan Akreditasi Klinik

Untuk meningkatkan pelayanan sarana kesehatan dasar khususnya pelayanan Klinik kepada masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan baik pelayanan klinis, program dan manajerial.

Akreditasi Klinik merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan Klinik yang dilakukan oleh lembaga independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Dalam pelaksanaan akreditasi dilakukan penilaian terhadap manajemen Klinik, penyelenggaraan program kesehatan, dan pelayanan klinis dengan menggunakan standar akreditasi Klinik yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Agar Klinik dapat memenuhi standar akreditasi dibutuhkan pendampingan oleh fasilitator yang kompeten agar Klinik dapat membangun sistem pelayanan klinis serta penyelenggaraan program, yang didukung oleh tata kelola yang baik dan kepemimpinan yang mempunyai komitmen yang tinggi untuk menyediakan pelayanan yang mutu, aman, dan terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan.

Workshop ini bertujuan agar Pimpinan Klinik memahami kebijakan manajemen dan kebijakan akreditasi Klinik, yang meliputi :

  1. Standar akreditasi Klinik, Instrumen penilaian akrediasti Klinik,  Ketentuan penilaian dan  kelulusan akreditasi Klinik,  Langkah persiapan akreditasi Klinik,  Penyusunan dokumen akreditasi Klinik,  Tata naskah penulisan dokumen dan pengendalian dokumen.
  2. Dapat melaksanakan identifikasi dan menyiapkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan oleh Standar Akreditasi Klinik.
  3. Dapat melakukan Self-Assesment dengan menggunakan Instrumen Penilaian Akreditasi Klinik.

Peserta mulai check in di Aston Hotel, Kupang tanggal 23, acara berlangsung dari 24 s.d 25  September  2018 . Kegiatan Workshop dilaksanakan atas kerjasama dengan Perdhaki Wilayah Regio NTT.

Peserta yang hadir dari 24 Pimpinan UPK dan 4 Ketua Perdhaki Wilayah, sbb :

  1. Peserta dari UPK :
  • 1 orang Pimpinan BP/RB St Melania, Larat – Maluku
  • 1 orang Pimpinan Klinik St. Maria Lourdes, Kupang – Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Yoseph Merdeka, Kupang – Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik Ratu Rosari, Eban – TTU, Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Elisabeth, Kiupukan – TTU, Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik St.Rafael, Lahurus – Belu, Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Yoseph, Kefamenanu – TTU, Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Antonius Padua, Betun – Malaka, Timor Barat
  • 1 orang Pimpinan Klinik Karitas Homba Karipit – SBD
  • 1 orang Pimpinan Klinik Karitas Elopada, Sumba Barat
  • 1 orang Pimpinan Katitas Katikoloku, Sumba Tengah
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Yoseph, Labuan Bajo – Manggarai Barat
  • 1 orang Pimpinan BP/BKIAWejang Asi, Mano – Manggarai Timur
  • 1 orang Pimpinan Klinik Pratama Panti Nirmala, Karot – Manggarai
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Fransiskus, Aeramo – Nagekeo
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Yosef Raja, Ende
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Fransiskus Asisi, Mauara
  • 1 orang Pimpinan Klinik St Elisabeth, Dekotogo – Ende
  • 1 orang Pimpinan BP Kartini, Ndona – Ende
  • 1 orang Pimpinan Klinik Pratama Martin de Porres, Ende
  • 1 orang Pimpinan BP St Rafael, Watubala – Sikka
  • 1 orang Pimpinan Klinik Pratama St. Theresia, Tabali – Larantuka
  • 1 orang Pimpinan Klinik Ratu Rosari, Kalikasa – Lembata
  • 1 orang Pimpinan Klinik Pratama Pulitoben, Adonara
  1. Peserta dari PERDHAKI WILAYAH :
  • 1 orang dari Perdhaki Wilayah Keuskupan Agung Kupang
  • 1 orang dari Perdhaki Wilayah Keuskupan Agung Atambua
  • 1 orang dari Perdhaki Wilayah Keuskupan Agung Ende
  • 1 orang dari Perdhaki Wilayah Keuskupan Weetebula

Nara Sumber :

  • 1 orang Nara Sumber dari PERDHAKI Pusat
  • 1 orang Nara sumber dari PERDHAKI Regio NTT
  • 1 orang Nara Sumber Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi

Materi yang dipresentasikan oleh Nara sumber cukup menarik sehingga membuat peserta semangat dan penuh minat untuk mengajukan pertaanyaan. Detail apa saja yang perlu dipahami dan dipersiapkan untuk langkah selanjutnya.

Sesi diskusi yang dibagi kelompok Tarekat / wilayah untuk menyusun rencana tindak lanjut, kemudian tiap kelompok menyajikan hasil diskusi.

Output

  1. Semua peserta ( 24 UPK ) akan melakukan persiapan sesuai input yang diterima, dengan RTL yang sudah di buat dalam workshop.
  2. Lima ( 5 ) Klinik akan mencoba mengajukan bimbingan teknis pada tahun 2018
  3. Sembilan belas (19) Klinik akan mengajukan bimbingan teknis pada tahun 2019
  4. Perdhaki Wilayah Kupang, Atambua, Weetebula dan Ende akan mendampingi unit yang ada di wilayah kerjanya.
  5. Survei Akreditasi 21 UPK akan dilakukan pada tahun 2019 dan 3 UPK pada tahun 2020

Catatan :  Sesuai informasi dari Dinas Kesehatan ropinsi NTT, hingga akhir Desember 2018, tim akreditasi baik kabupaten maupun Propinsi masih sibuk untuk melakukan survei akreditasi pada Puskesmas. Jadi ada kemungkinan untuk Klinik swasta baru dilakukan pada tahun 2019

Dengan semua pimpinan klinik membuat RTL sesuai langkah langkah tahapan persiapan akreditasi yang disampaikan oleh Nara sumber dari Dinas Kes Provinsi dan kesepakatan  bersama yang akan ditindak lanjuti, maka proses workshop ini  adalah sebagai awal   pembekalan  bagi  Pimpinan UPK untuk menyiapkan proses akreditasi klinik.

Foto bersama dengan peserta dan narasumber
Narasumber dari Dinas Kesehatan Provinsi memberikan materi

Klinik Kita di Masa Depan – Mungkinkah?

KLINIK KITA DI MASA DEPAN – MUNGKINKAH?

Pengalaman Ibu Sumirah
Ibu Sumirah seorang janda berusia 82 tahun. Pada suatu pagi hari Rabu dia berdiri di atas timbangan badan yang setiap hari dilakukannya. Hari ini timbangan itu menunjukkan angka 66 kilogram…. Agak tinggi. Ada sedikit rasa cemas menyusup di hatinya. Lalu dia menyiapkan bubur sarapannya.
Setengah jam kemudian, telpon berdering. Ternyata suara mbak Sandra, perawat di klinik.”Selamat pagi mbok Sumirah. Ada berita khusus hari ini?” Jawab ibu Sumirah, ”Ya, berat badanku naik dikit”. “ Benar” kata Sandra, “66 kilo, kan. Artinya. nambah 1,3 kg dari kemarin.“ „ Iya, tuh, rasanya kok, naik.“ „Kalau gitu, datang aja ke klinik pagi ini.“ „Aduh, nggak bisa, anakku lagi keluar kota, nggak ada yang nganter“. „Jangan khawatir, mbok, nanti saya jemput. Satu jam lagi saya nyampe“. “ Ya, baik, aku siap”.

Bagi ibu Sumirah, pasien gagal jantung kongestif, bukan berita baik kalau dalam sehari berat badannya naik 1,3 kg – pertanda jumlah cairan tubuhnya mungkin bertambah. Sejak pagi itu juga dia dirawat selama dua minggu sampai bahayanya lewat.
Teman ibu Sumirah bernama ibu Siti. Dia berlangganan pada klinik lain. Enam bulan sebelumnya, Ibu Siti mengalami kenaikan berat badan, persis seperti Ibu Sumirah. Hanya saja alat timbangan badannya tidak punya sambungan nir-kabel dengan kliniknya sehingga tidak bisa melaporkan perkembangan. Akibatnya, tidak ada yang tahu berat badannya naik dan tidak ada juga yang memperhatikannya selama beberapa hari. Ibu Siti terpaksa dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) karena sesak nafas dan jantungnya berdebar-debar. Akhirnya, dia harus lama tinggal di rawat inap karena sakitnya itu.

Pengalaman Pak Hamid
Seorang pensiunan pengantar pos berusia 77 tahun, Pak Hamid sudah renta. Kakinya yang dulu kuat sudah lemah dan jalannya terseok-seok.. Dia mengunjungi klinik dengan dua buah alasan : untuk ikut latihan ringan memperkuat lengan serta kakinya dan sebulan sekali untuk potong kuku jari kaki.
Pak Hamid ini seseorang yang mudah terjatuh. Banyak temannya celaka karena patah tulang kaki atau pinggul. Diperlukan berminggu-minggu untuk dirawat, berbulan-bulan untuk rehab dan bertahun-tahun kesakitan dan susah bergerak. Untungnya para dokter tahu yang membuat orang lansia mudah jatuh itu kaki yang lemah, kuku jari kaki kepanjangan dan karpet di rumah yang kusut. Para dokter itu tidak tinggal diam, mereka bertindak lebih jauh dari hanya memperkuat otot kaki dan potong kuku, Hasilnya, risiko terjatuh di rumah bagi Pak Hamid dan rekan-rekannya sekarang berkurang sampai 80%.

*Sebuah saduran oleh J Gustama – Bendahara Badan Pengurus Perdhaki
Pengalaman Pak Amir,
Pak Amir, 77 tahun, hidup dengan diabetes. Kakinya menumbuk pintu dan terluka kecil. Luka itu tidak sembuh setelah beberapa hari. Karenanya dia mengunjungi seorang dokter tetangganya. Dokter itu memeriksa luka di kaki Pak Amir dan diminta agar segera pergi ke klinik terdekat. Di klinik itu seorang perawat membersihkan luka Pak Amir dan ditutupnya dengan sepotong kain. Lalu dia berkata kepada Pak Amir, „Dua hari lagi datang, ya, supaya lukanya bisa kurawat lagi. Lalu, setelah dua hari, datang lagi dan setelah dua hari berikutnya, datang lagi sampai luka itu betul-betul sembuh.“ Pak Amir mengangguk. Pesan semacam ini pernah dia terima.
Bagi orang dengan diabetes luka sekecil itu sudah serius. Tanpa dirawat, luka jarang sembuh dan sering menjadi ancaman amputasi. Untungnya, kaki Pak Amir selamat. Dan Pak Amir pun bukan satu-satunya. Di klinik ini amputasi berkurang 60% dibanding di klinik lain.

Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan cuplikan dari „CareMore Connects the Healthcare Dots“, salah satu cerita dalam buku Adrian J Slywotzky dan Karl Weber berjudul „Demand; creating what people love before they know they want it“ (Headline Publishing Group, 2012). Karena saya anggap banyak bermanfaat bagi penyelenggaraan klinik, saduran kasus tersebut saya lanjutkan sedikit lagi di sini.

CareMore
Riwayat CareMore dimulai oleh seorang pria bernama Sheldon Zinberg sejak hampir dua dasawarsa lalu. Dia itu seorang gastroenterolog yang mendalami perubahan ekonomi pelayanan kesehatan di Kalifornia Selatan. Di sini seperti di pasar lainnya di AS, organisasi usaha pelayanan kesehatan (HMOs: Health Maintenance Organisations) amat dominan. Memang menarik sekali teori yang mendukung lahirnya HMO. “Managed care” dianggap bisa mengkoordinasikan dan memandu pengobatan agar kesejahteraan pasien maupun ketahanan ekonomi menjadi maksimal. Namun, di bawah tekanan dari perusahaan sponsor asuransi kesehatan dan instansi pemerintah (termasuk investor pencari untung), usaha HMO semakin didorong memusatkan perhatian pada penurunan biaya dengan segala cara – termasuk langkah jangka pendek yang sering memperburuk keadaan pasien dan langkah jangka panjang yang makin meningkatkan biaya pengobatan. Rintangan bagi pasien jadi “segudang” dan rumit, Keringat para dokter diperas tetapi biaya tetap saja naik.
Sheldon Zinberg menjadi amat cemas. Sebelumnya pada tahun 1960-an dia mendirikan sebuah grup praktek dokter spesialis penyakit dalam yang terdiri dari 20-an dokter dari berbagai spesialisasi, dari kardiologi dan onkologi sampai ke rheumatologi dan nephrology. Internal Medicine Specialist Inc sudah unggul dalam memberi layanan dan para anggotanya pun makin makmur.
Namun di penghujung tahun 1980-an dengan makin dominannya beberapa HMO jumlah rujukan berkurang dan layanan semakin dibatasi. Zinberg bersama teman sejawatnya terpaksa lebih banyak menghabiskan waktu dengan menelpon para koordinator layanan – tugas pokok koordinator ini mengarang alasan agar layanan bagi pasien ditolak. “ Untuk apa colonoscopy? Pasien itu baru berumur 40 tahun. Kami tidak mau bayar”.
Charles Holzner seorang internis bekerja pada salah satu HMO. Perilaku HMO itu digambarkannya dengan rasa getir. “ Layanan sama sekali tidak dirangkaikan” katanya, “Aku bisa melepas pasien dari rumah sakit dalam 2-3 hari, tapi mereka langsung masuk lagi, takut menguap ke langit karena tidak mendapat layanan lanjutan yang mereka perlukan.”
Keadaan yang benar-benar menyedihkan dua belahan dunia: layanan bermutu rendah tanpa koordinasi bagi pasien dan imbalan ekonomi yang mengecewakan. Tercenganglah Sheldon Zinberg melihat betapa besar kerusakan pada ‘managed care.’ Karena mulai menginjak umur 60-an, dia bisa saja pensiun dan melenggang menjauhi persoalan sebagaimana dilakukan oleh teman sejawat lainnya. Sebaliknya, dia malah bangkit berdiri pada suatu rapat pengurus grupnya di tahun 1988 dan membuat pernyataan yang mengubah nasib. “Satu-satunya jawaban adalah seseorang harus memulai program pelayanan kesehatan yang benar”
.
Selama beberapa tahun kemudian waktu dia habiskan untuk memikirkan caranya. Zinberg amat yakin pengobatan pasien banyak sekali dihambat..Untuk mengurangi hambatan itu, dia lebih banyak meneliti sejumlah unsur dari suatu sistem koordinasi pelayanan kesehatan yang bertumpu pada pasien dari pada bagaimana mengurangi biaya. Sebagai orang yang suka latihan ‘fitness”, dia setiap hari dalam ruang ‘gym’ di rumahnya merancang suatu latihan khusus untuk memperkuat sistem tubuh tertentu – sejenis latihan non-medikal yang tidak banyak diketahui para dokter. Dalam pengobatan tradisional pasien lebih dianggap sebagai kumpulan yang terdiri dari organ, gejala dan keadaan dari pada sebagai mahluk yang terintegrasi utuh. Lalu, terbetik pada Zinberg sebuah penglihatan tentang suatu organisasi pelayanan kesehatan dengan sejumlah tim dokter, perawat, terapis, pelatih dan tenaga profesional lainnya yang saling bekerja sama, yang selalu saling berbagi informasi serta pandangan perihal pasien bersama mereka dan yang memberikan layanan apa saja yang diperlukan agar pasien secara fisik dan mental sehat. Adalah tugas organisasi pelayanan kesehatan untuk menghubungkan titik pelayanan yang satu dengan lainnya bagi pasien yang merupakan pusat perhatian sistem. Inilah pelayanan yang disukai oleh setiap dokter bagi dirinya sendiri, atau bagi anggota keluarganya.
Tetapi apakah keuangannya bisa jalan mulus? Dan apakah para dokter yang didera krisis ekonomi tahun 1990-an dan yang sudah lama terbiasa mengambil keputusan seorang diri tentang pengobatan bagi pasien, akan mau mencoba konsepsi baru Zinberg?
Dibutuhkan hampir dua tahun bagi Zinberg berikhtiar menarik dokter-dokter bersedia ikut melaksanakan programnya. Kepada para dokter Zinberg berjanji sebagai berikut: “Dahulukan orang, uang menyusul”. Antara tahun 1993 – 1997 CareMore merugi sampai US$ 11 juta. Tetapi, semakin sistem pelayanan terkoordinasi impian Zinberg itu mendapat nama baik, imbalan ekonomi yang diharapkannya terwujud juga. Setelah keuangannya perlahan-lahan membaik, pada tahun 2000 CareMore mengantongi laba sebasar US$ 24 juta. Sejak itu laporan keuangannya selalu positif.

15 September 2012.