GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT DAN KELUARGA SEHAT

  1. LATAR BELAKANG

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, disatu pihak penyakit tidak menular (PTM) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang semula dapat ditangani muncul kembali dengan penyebaran tidak mengenal batas-batas daerah maupun batas antar Negara. Dilain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM)/penyakit akibat gaya hidup serta penyakit-penyakit degenerative. Serta Capaian MDGs  ( Millenium Development Goals ) dimana  terdapat beberapa kegiatan yang memerlukan kerja keras jajaran kesehatan. Untuk mewujudkan  kesehatan masyarakat yang optimal, “mutlak” diperlukan adanya dukungan potensi masyarakat.

Permasalahan kesehatan yang timbul merupakan akibat perilaku hidup yang tidak sehat dan sanitasi lingkungan yang buruk yang sebenarnya dapat dicegah bila  fokus pelayanan kesehatan diutamakan pada pelayanan kesehatan  preventif dan promotif. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui upaya promosi kesehatan. Upaya promotif dan preventif dalam menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian keluarga dan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

 

  1. TUJUAN
  2. Menurunkan beban penyakit menular dan penyakit tidak menular, baik kematian maupun kecacatan
  3. Menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk
  4. Menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan karena meningkatnya penyakit
  5. Menghindarkan peningkatan beban finansial penduduk untuk pengeluaran kesehatan

III.  PENDEKATAN

pendekatan-keluarga

IV. LANGKAH-LANGKAH

langkah-pelaksanaan

V. INDIKATOR KELUARGA SEHAT

indikator-keluarga-ssehat

VI.PAKET INFORMASI KESEHATAN KELUARGA

informasi-kesehtan-keluarga

VII.  PERANGKAT PENDEKATAN KELUARGA

perangkat

Sumber Materi dari Promosi Kesehatan – Kemenkes tahun 2016 (MS)

Suara dari Sri Lanka: Samata Saukiya, “Dan” !!

Jika pada kita ditanya,”apa yang dimaksud dengan sehat?”, maka dengan sederhana, hampir kita semua menjawab :”tidak sakit”. Namun ternyata, jawaban itu tidak lengkap.

Sebuah pengalaman di Moratuwa – sebuah distrik di Sri Lanka – negara kecil di Tenggara India, membawa saya pada pemahaman baru tentang kesehatan – bidang yang telah saya geluti selama empat tahun di bangku kuliah dan tiga tahun di meja kerja. Di tempat ini, bersama 61 aktivis muda dari 14 negara dari berbagai latar belakang bidang, saya menghadiri International People’s Health University (IPHU). IPHU adalah sebuah pelatihan yang bertujuan meningkatkan kapasitas serta memperkuat jejaring aktivis kesehatan hingga tingkat global (http://www.iphu.org/ dan http://www.phmovement.org).

Melewati semua sesi selama satu minggu (8-16 Agustus 2010) menghantar saya pada banyak pengalaman rekan-rekan aktivis berbagai negara :
1. Kamboja : pemerintah mereka sedang memproses untuk privatisasi layanan kesehatan dan para aktivis di sana sedang berusaha menggagalkan keputusan itu. Mereka menggarisbawahi ”demokrasi partisipatif” sebagai sebuah kebutuhan karena di tengah kondisi politik yang sulit, pergerakan mereka menjadi terbatas.
2. India : mereka menyoroti kondisi-kondisi terkait hal ekonomi dan lingkungan : Ada perusahaan multinasional di India yang dinilai bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan karena limbah. Mereka juga menyoroti proses perjanjian bilateral India dan Uni Eropa yang ternyata bisa berdampak pada pengadaan obat ARV ke negara-negara berkembang lainnya (termasuk Indonesia)
3. Filipina : mereka sedang berjuang untuk membebaskan para pekerja kesehatan yang ditangkap secara tidak adil oleh pemerintah
4. Sri Lanka : mereka mencermati bagaimana lahan mereka digunakan untuk komoditas ekspor dan bukan produk pangan lokal. Ini sangat berkaitan dengan ketahanan pangan dalam negeri.
5. Lebanon : mereka menceritakan bagaiamana perang, konflik berdampak besar pada kondisi fisik, sosial, psikologis seseorang sehingga orang tersebut tidak dapat hidup secara utuh.
6. Kanada dan Australia : di tengah segala sistem kesehatan yang telah mapan, mereka tetap melihat kelemahan yaitu bahwa tidak semua orang bisa mendapat layanan kesehatan yang baik terutama imigran dan mereka yang tidak punya kartu identitas.

Mendengarkan pengalaman mereka, ditambah tutorial dari para ahli yang diundang membuat saya semakin memahami bahwa :
Sehat yang sungguh sehat, bukan sekedar tidak adanya penyakit atau kecacatan,
tapi kondisi fisik, mental dan sosial yang utuh.
Inilah definisi sehat yang sesungguhnya dan ternyata telah disetujui oleh negara-negara di dunia dalam Deklarasi Alma Ata, 1978. Kita para pekerja kesehatan, dipanggil untuk peduli pada pendekatan yang holistik ini dalam karya kita masing-masing.
Karena sehat terkait dengan keutuhan hidup seorang manusia,
maka sehat adalah hak asasi manusia.
Setiap orang harus sadar akan hal ini dan dipacu untuk memperjuangkannya. Penting bahwa hal ini juga dimengerti oleh masyarakat kita sehingga perjuangan akan kesehatan dimulai dari kesadaran dalam diri sendiri.

Implementasinya?
Kita terbatas untuk mengerjakan setiap segi kehidupan masyarakat yang kita layani. Itu realita yang tak terbantahkan. Tapi visi yang kokoh akan melahirkan inovasi yang mengatasi keterbatasan. Saatnya kita jalin jejaring lintas sektor di manapun kita berada. Saatnya kita bergerak di kegiatan-kegiatan pemberdayaan dan pendidikan kesehatan di masyarakat.

Kesehatan mencakup SEMUA segi dan bagi SEMUA orang

Kiranya pemahaman ini membawa kesegaran baru untuk terus giat berkarya dan berinovasi di bidang kesehatan bagi siapa saja yang juga mendengar gema suara dari Sri Lanka ini :
Samata Saukiya, “Dan”!!
(Sehat untuk Semua – Sekarang!!)

-ibeth-