Penyuluhan Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS
& Menjadi Buruh Migran Aman
Bagi Umat Di Paroki Kuneru Keuskupan Atambua
Tanggal 6 Oktober 2017
Bertempat di Aula Paroki Kuneru, Atambua, Kab Belu, pada hari Jumat 6 Oktober 2017 telah dilaksanakan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Adapun tujuan kegiatan penyuluhan ini adalah untuk menurunkan jumlah kasus baru, menurunkan angka kematian, menghilangkan stigma dan diskriminasi.
Merupakan komitmen kita untuk mewujudkan Getting To 3 Zeroes: Zero New HIV Infection, Zero Stigma and Discrimination dan Zero AIDS Related Death harus tercapai. Dan masyarakat dunia akan berupaya untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG).
Hingga Juni 2017 terdapat 1.019 kasus, angka pengidap HIV di Belu. Kondisi inilah yang menempatkan Kabupaten Belu peringkat kedua setelah Kota Kupang.
Penyebab utama semakin meningkatnya penderita HIV/AIDS di Belu adalah perilaku seks yang menyimpang dari pasangan yang sudah menikah dimana pereselingkuhan pasca pernikahan juga menjadi pemicu meningkatnya angka penderita.
( Kebanyakan mereka tertular HIV sekembali dari merantau sebagai buruh migran)
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri sejak dini juga masih menjadi hambatan utama dalam menekan angka penderita HIV/AIDS.
Pada saat peserta registrasi, mereka diberi kertas yang berisi pertanyaan2 seputar HIV. Kami lakukan quick pre test. Pertanyaan tidak banyak berkisar 10 pertanyaan seputar HIV/AIDS.
Hasilnya 90% dari 50 orang peserta hampir sama kurang mengertinya tentang HIV dan 90% dari mereka semua masih terstigma. Mereka berpendapat penyakit HIV sangat berbahaya dan penderita harus disingkirkan… Jadi kegiatan ini sangat perlu untuk dilaksanakan.
Penyuluhan HIV dilaksanakan oleh KPAD Kab Belu. Dalam penyuluhan ini dibahas segala sesuatu tentang HIV/AIDS, mulai dari virus HIV, cara penularan, gejala, pengobatan, dan cara pencegahannya. Materi tersebut diberikan dengan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dimengerti oleh peserta yang mayoritas pendidikannya rendah,
Disamping penyuluhan tentang HIV/AIDs Peserta juga diberi penyuluhan oleh Pastor dari Komisi Migran Perantau, Keuskupan Atambua tentang : “ Bagaimana menjadi Buruh Migran Aman “.
Masyarakat di NTT, tidak terkecuali di Kab Belu, mayoritas dari mereka memilih menjadi tenaga kerja ilegal. Mereka sama sekali tidak memiliki dokumen-dokumen resmi dan tujuan kepergian mereka ke perantauan antara lain Malaysia / Kalimantan dengan melalui penyalur tenaga kerja yang tidak resmi. Akibatnya mereka tidak mendapat tempat bekerja yang aman dan nyaman…
Penyuluhan ini dapat menarik perhatian peserta dengan dibuktikan oleh banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para peserta.
Akhir dari penyuluhan, dihadirkan testimoni seorang Odha. Dia seorang Ibu RT yang tertular HIV dari suami yang bekerja sebagai TKI di Malaysia. Sekembali suami dari merantau selalu sakit dan berat badan turun drastis. Setelah diperiksa di Puskesmas ternyata dia mengidap HIV/AIDS. Saat ini suaminya sudah meninggal.
Ibu tersebut mengisahkan betapa terpukulnya dia ketika dia di vonis telah tertular HIV. Setiap saat yang dia inginkan hanyalah “bunuh diri”…… dan diceritakannya bagaimana dia selalu mengurung diri, tidak ada nafsu makan sehingga berat badan pun turun sangat drastis. Beruntung ada seorang VCT (konselor) yang mendampingi dia, selalu menguatkan dan menjadi pendamping meminum obat ART. Kehadiran seorang pendamping mampu membuat dia survive, mampu bangun dan harus siap menatap kedepan untuk membesarkan anak-anaknya. Ibu itu telah dikaruniai 2 anak, sebelum suami menjadi TKI.
Inilah pernyataannya : “Cukuplah ! Saya saja yang menderita HIV, jangan ada orang yang tertular penyakit mematikan ini”.
Dan permintaannya adalah : Kami mohon jangan di kucilkan dan didiskriminasi, ini hal yang sangat menyakitkan. Perlakuan ini dapat membunuh kami (ODHA) secara pelan-pelan….
Dia mengisahkan, bagaimana kedua anaknya selalu mengingatkan agar mama tidak lupa minum obat ART dan merekalah yang menyiapkan obat-obat untuk mamanya.
Kami, duduk makan bersama Ibu ODHA, berjabat tangan dan merangkul dia. Kami bertanya kepada peserta apakah mereka (peserta) juga masih akan mengucilkan ODHA atau mendiskriminasi mereka ? Seluruh peserta menjawab serentak dengan suara cukup lantang : “ TIDAAAAK “ Silahkan buktikan sikap anda itu dengan mau menjabat tangan Ibu ODHA ini sebagai ucapan terima kasih atas kesaksiannya…….
Semua peserta bersedia menjabat tangan Ibu ODHA, bahkan ada beberapa peserta yang menitikkan air matanya, tanda rasa terharu mereka.
Demikianlah, peserta penyuluhan HIV /AIDs bisa berubah mindset nya terhadap HIV ketika mereka mengerti dari sumber yang benar apa yang menjadi masalah mereka, setelah menerima pencerahan.