Uniknya Menghadiri Peringatan “Hari Schizoprenia” Sedunia

Hari Kamis tgl 9 Oktober yang lalu, saya diutus mewakili PERDHAKI / KWI untuk menghadiri peringatan Hari Schizoprenia Sedunia. Awalnya saya segan untuk menghadiri acara itu. Karena taat pada Pimpinan dan muncul pikiran, mungkin ada manfaatnya bagi saya, maka saya berangkat ke acara tersebut.

Saya tiba di Auditorium Dr Siwabessy Gedung Prof Suyudi, tepat saat Bapak Kepala Panitia membuka acara tersebut,
Ruangan yang berkapasitas 500 – an orang itu telah dipadati oleh peserta. Diantara para peserta ada yang datang dari luar Jakarta, dari Surabaya, Bandung, Jawa Tengah dan lain-lain.

Acara yang menarik adalah : kesaksian dari 5 orang yang “pernah” mengidap schizophrenia. Mereka ini adalah :
1. Drg Endang Murniati Saroso, 59 th. Drg Endang mulai menderita schizophreniasejak thn 1978, Awal terkena schizophrenia adalah di tahun ke 4. Dengan dukungan dari keluarga dan pengobatan yang rutine drg Endang mampu menyelesaikan kuliah Kedokteran Gigi di Universitas Trisakti. Bahkan dia juga bisa praktek sebagai dokter gigi. Hanya sejak tahun 2008, dia memilih pensiun dari pekerjaan sebagai dokter gigi.
Pesan drg Endang adalah, obat harus rutin di minum, dengan dosis yang semakin mengecil.

2. Ash Xyle, 40 thn. Pria India yang menikah dengan wanita Indonesia ini mengidap schizoprenia sejak tahun 2009. Dia aktip bergabung di Yayasan Sosial untuk kesehatan Jiwa di HOPE XChange yang berbasis di Amerika Serikat.
Pria Lulusan Universitas of Mumbai ini mampu melakukan pekerjaannya dengan baik, asal diberikan instruksi yang jelas dan terarah.
Dia berpesan : Bagi penderita schizoprenia yang dibutuhkan adalah, sapaan : Apa kabar? Apa yang bisa di bantu? Dukungan keluarga sangat dibutuhkan.
Jangan melecehkan penderita schzoprenia ya.

3. Titin Sulastini 32 th
Ibu ini adalah seorang kader masyarakat bagi kesehatan jiwa. Dia mempunyai moto :
K M S = Kartu Menuju Surga. Kader tidak dibayar. Maka dengan ber semboyan KMS dia bisa dengan rela menyusur kampung mengunjungi penderita schizoprenia.
Ibu Titin mengatakan, bahwa kita tidak perlu takut dengan orang Schizoprenia. Dan bila menemukan penderita Schizoprenia di jalan dia akan merujuknya ke Puskesmas.

4. Bagus Utomo, 41 th. Dia adalah pendiri dan sekaligus Koordinator KPSI. ( Komunitas peduli Schizoprenia Indonesia) atau Indonesian Community Care for Schizoprenia. yang beralamat di Kel Bali Mester, Jakarta Timur.
Bagus pernah mendapat penghargaan Internatioan : Dari Amerika dan Jerman Barat Dan Bagus menerima award itu juga di luar negeri. (lupa namanya )
Dia mengajak orang dengan schizoprenia untuk bergabung dengan KPSI. Atau setidaknya keluarganya mau mengunjungi KPSI, agar bisa berbagi cerita dan bisa saling memberikan dukungan bagi para penderita.
Pesan Mas Bagus, hendaknya jangan melecehkan mereka dengan menyebutkan “GILA“. Apa bedanya gila schizoprenia dengan gila harta, gila pangkat, saya ter-gila gila lho dengan kamu……..

5. Bapak Toha. 45 th
Bapak Toha bekerja di Dinas Sosial. Pak Toha berpesan apabila bertemu dengan penderita Schizoprenia yang berkeliaran di jalan, hendaknya dibawa ke Puskesmas. Karena semakin dini yang bersangkutan diobati semakin mudah untuk disembuhkan. Hendaknya masyarakat menerima mereka dengan penuh kasih sayang, jangan mendiskriminasikan dan mengejek, hal ini akan menambah stigma.

Pada akhir seminar para peserta (hadirin) sambil mengepalkan tinju meneriakkan bahwa kami akan peduli orang dengan schizoprenia. (MM)

Translate »