Rumah Sakit Nirlaba, mampukah bertahan di era globalisasi dan liberalisasi?
Pada era industrialisasi kesehatan saat ini, rumah sakit nirlaba ataupun rumah sakit not for profit tidak mampu bertahan hidup dan menjalankan aspek sosial sebagai visi dan misi dari para pendirinya, beberapa rumah sakit terancam bangkrut dan tutup oleh karena sudah tidak mampu bersaing dengan rumah sakit profit, tidak adanya sumbangan dari para donasi dan dukungan pemerintah sebagai pemegang kebijakan dengan tidak memberikan subsidi maupun insentif pajak adalah salah satu faktor yang membuat kondisi keuangan rumah sakit semakin terpuruk.
Rumah sakit nirlaba atau yg disebut dengan rumah sakit not for profit pada awalnya didirikan dengan tujuan memberikan pengobatan kepada masyarakat dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, bangunan dan peralatan rumah sakit merupakan sumbangan dari para pendiri yang biasanya berasal dari kelompok keagamaan ataupun kelompok dokter.
UU rumahsakit menyatakan bahwa rumah sakit nirlaba digolongkan menjadi rumah sakit publik yang tidak mencari keuntungan, yang jumlahnya hampir sebanding dengan jumlah rumah sakit pemerintah yakni swasta nirlaba 707 dan milik pemerintah 824.
Walaupun digolongkan rumah sakit yang tidak mencari keuntungan, pemerintah tidak memberikan insentif untuk membiayai fasilitas umum seperti pembiayaan air, listrik, gas medis maupun bahan bakar. UU RS menyatakan bahwa pemerintah memberikan insentif pajak bagi rumah sakit publik hal ini tak dapat dilaksanakan karena terkendala oleh belum adanya peraturan pemerintah.
Masalah yang dihadapi saat ini, rumah sakit kesulitan untuk membiayai pengembangan pelayanan dan kesulitan mendapatkan tenaga yang profesional, masalah lain adalah terjadinya konflik internal antara pendiri dan manajemen yang disebabkan pengurus yayasan tidak memahami manajemen perumahsakitan sehingga salah dalam membuat kebijakan. Situasi ini membuat rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan bermutu yang sesuai dengan standar mutu pelayanan. Situasi ini mengakibatkan kondisi keuangan menjadi rugi dan terancam bangkrut bahkan beberapa sudah ada yang tutup.
Masuknya era Industrialisasi pelayanan kesehatan, mengakibatkan beberapa rumah sakit nirlaba yang lupa akan visi dan misi sosial pendirinya, dengan menetapkan tarif yang sama atau lebih mahal dari rumah sakit privat.
Untuk menghadapi tantangan diatas, perlunya advokasi ke pemerintah guna mendapatkan subsidi dan insentif usaha sehingga rumah sakit Nirlaba tetap dapat berperan dimasa yang akan datang sesuai dengan visi dan misi para pendirinya.
Uraian diatas disampaikan pada Musyawarah Nasional I asosiasi rumah sakit badan nirlaba yang disingkat ARSANI dengan tema : Peran RS Nirlaba dalam sistem pelayanan kesehatan Indonesia di masa depan. Dengan para penyaji yang terdiri dari wakil Kementrian Kesehatan RI, Direktur umum Pelkesi, dr. Samsi Jacobalis Sp.B dan Kepala Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan UI, di Hotel Santika Jakarta pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 2013.
DS