‘ORANG YANG HIDUP BERHAK HIDUP KARENA IA SUDAH HIDUP’, demikian motto Romo CB Kusmaryanto, SCJ sebagai salah satu penanggap dalam dialog publik ‘Bila Kehamilan merupakan masalah’, 16 Juli 2011 di Aula Lantai 4 Gereja St. Yoseph Matraman, Jakarta. Dua orang ibu yang hamil di luar nikah memberikan kesaksiannya dalam acara tersebut. Keduanya menunjukkan bahwa peran teman sungguh sangat penting dan besar maknanya. Meskipun hanya satu ibu yang akhirnya dapat menikah dengan ayah dari anak yang dikandungnya. Maka kalau berjumpa dengan wanita yang mengalami kehamilan tak dikehendaki (KTD), janganlah ia ditinggal sendirian. Dampingilah. Begitu pesan Romo Kusmaryanto.
Kedua ibu juga menyatakan, “Saya akan merawat anak (di dalam perut) – ku karena ibuku merawatku.” Menunjukkan bahwa kodrat perempuan adalah ibu kehidupan (dalam Kitab Suci, ‘Hawa’), maka ia ingin memelihara anak itu. Inilah yang disebut kodrat kewanitaan. Menurut penelitian, aborsi banyak dilakukan karena ketidaktahuan. Ketidaktahuan itu menghantarkan kepada keputusan yang salah. Maka gambar-gambar perkembangan janin yang terdapat di dalam buku ‘Bila Kehamilan Bermasalah’ diharapkan menjadi informasi bagi mereka yang belum tahu sehingga seseorang yang ingin aborsi mengurungkan niatnya. Misalnya, pada gambar janin berusia 21 hari terdapat keterangan ‘jantung sudah mulai berdetak’, artinya yaitu ‘ketika seorang perempuan terlambat menstruasi satu minggu’, pada saat itu jantung janinnya sudah mulai berdenyut.
Tentang kehamilan, yakni awal terjadinya manusia, di dalam Islam dikatakan, bahwa air mani dalam tempat yang kokoh (rahim) dijadikan segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, kemudian dijadikan tulang-belulang, dan tulang belulang itu dibungkusnya dengan daging, yang kemudian dijadikan sebagai makhluk yang berbentuk lain. Maka persepsi tentang kehamilan hendaklah dipahami secara lurus dan benar. ‘Makhluk berbentuk lain’ artinya adalah makhluk yang berbeda dari ibunya. Wajahnya berbeda, golongan darahnya pun dapat berbeda. Demikian dr. Atikah M. Zaki, MARS, sebagai penanggap pertama. Rm. Kusmaryanto menambahkan, dalam embriologi, ‘makhluk berbentuk lain’ itu sudah terjadi sejak fertilisasi (pembuahan, saat bertemunya sel telur dari ibu dengan sel mani dari ayah). Manusia mempunyai genom (pembawa sifat) yang berbeda antara manusia satu dengan manusia lain, tidak ada yang sama.
Namun, bila kehamilan membahayakan nyawa ibunya, janin di kandungan dapat digugurkan. Demikian dipaparkan oleh dr. Atikah. Ini sejalan dengan paham minus malum, demikian Rm. Kus. Yaitu pilihlah yang ‘jahat’-nya sedikit. Pilih dua-duanya (ibu dan janin) mati, atau satu yang mati? Tentu memilih satu saja yang mati. Maka, pilih yang mana? Pilihlah yang mengancam nyawa ibu. Dalam hal ini tujuannya bukanlah aborsi tetapi menyelamatkan yang bisa diselamatkan, dan yang mempunyai tugas yang lebih berat. Ibu mempunyai tugas untuk keluarganya, termasuk mungkin untuk anak-anak yang lain. Sedangkan janin masih suci dan belum mempunyai tugas. Kalau janin meninggal, ia mempunyai tempat khusus di surga, bersama anak-anak yang masih suci lainnya. Namun, bila wanita itu menganut paham jabariyah (terjadilah apa yang akan terjadi), demikian dilanjutkan oleh dr. Atikah, tentu kita sebagai petugas kesehatan harus menghormatinya. Mungkin terjadi anaknya lahir dengan selamat, tetapi ibu meninggal.
Menurut ajaran Gereja Katolik, barang siapa melakukan aborsi dan berhasil, dikeluarkan dari Gereja secara otomatis (ekskomunikasi latae sententiae), baik pelaku maupun yang ikut serta membantu, menganjurkan, menunjukkan. Misalnya, bila mati tidak boleh mendapat misa requiem. Di sini, ‘yang ikut serta’ adalah dokternya, perawat, orangtua, pacar yang menganjurkan, orang yang menunjukkan tempat aborsi, dan sebagainya. Bandingkan dengan orang yang saling membunuh, mereka tidak terkena ekskomunikasi, karena mereka dapat membela diri.
Mengapa demikian? Sebab tertulis dalam Kitab Suci “Barang siapa menyesatkan anak kecil, lebih baik lehernya digantungi batu kilangan dan dibuang ke laut” (bdk. Mrk 9: 42). Anak kecil itu sampai tersesat adalah karena peran orang lain. Janin adalah yang lemah dari yang paling lemah. Maka membela janin yang belum dapat bersuara adalah menjadi suara dari yang tidak memiliki suara, the voice of the voiceless. Ditambahkan lagi oleh Romo Kusmaryanto, “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya” (Mat 12:20) ***els