Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TB ditularkan melalui udara melalui percikan dahak penderita. Bila tidak diobati, penderita TB akan meninggal dalam waktu 2 tahun. Namun penderita TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara lengkap dan teratur.
India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB di seluruh dunia, di mana Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara yang sedang berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat.
Sekalipun dunia telah memiliki obat ampuh yang dapat menyembuhkan TB setengah abad yang lalu, namun hingga kini masih ada banyak penderita TB baru di dunia setiap tahun dengan satu kematian setiap 10 detik. Maka pada tahun 1992, WHO menyatakan TB sebagai penyakit gawat darurat global. Menghadapi situasi ini, WHO menerapkan strategis DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse atau pengobatan jangka pendek dengan pengawasan lansung) yang dapat menyembuhkan 95% dari semua penderita. Keberhasilan luar biasa tersebut dicapai di semua negara yang menggunakan strategi DOTS, bahkan juga di negara dengan keadaan sosial ekonomi paling rendah.
STRATEGI DOTS
Strategi DOTS terdiri dari unsur-unsur :
1. Komitmen politis (komitmen pimpinan)
2. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan mikroskop dahak penderita
3. Obat tersedia secara berkesinambungan
4. Pengobatan dan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
5. Pencatatan dan pelaporan untuk mempermudah pemantauan dan pembinaan
RS St. Carolus merupakan rumah sakit umum yang berdiri pada tahun 1919 dan melayani pasien tanpa membedakan ras, suku, agama ataupun kedudukan sosial. Sejak tahun tujuhpuluhan RS St. Carolus membuka diri bagi mereka yang tinggal jauh dari rumah sakit. Pelayanan kesehatan RS St. Carolus tidak hanya dibatasi oleh dinding rumah sakit (sistem pelayanan intramural) melainkan beralih ke pelayanan ekstramural (atau sebagai outreach), yang manghadirkan pelayanan ke arah masyarakat jauh dan terpencil. Pelayanan ekstramural diselenggarakan oleh lima Balai Kesehatan Masyarakat yang tersebar di berbagai wilayah di kota besar Jakarta yaitu di Paseban, Cijantung, Klender, Tanjung Priok dan Cengkareng. Sejak itu pula namanya diubah menjadi Pelayanan Kesehatan St. Carolus (PK St. Carolus).
Sebagai sumbangsih dan bentuk kepedulian PK St. Carolus terhadap masyarakat yang miskin dan menderita, khususnya bagi penderita TB, sejak tanggal 1 September 1983 dilaksanakan Program TB St. Carolus yang diintegrasikan di ke-5 Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) di Jakarta. Tujuannya agar penderita TB yang mayoritas datang dari golongan ekonomi lemah dapat dilayani secara optimal (dengan cara “jemput bola”). Dalam menanggapi ajakan Menteri Kesehatan RI untuk memerangi TB dalam Gerdunas TB, tanggal 24 Maret 2001 Direksi membentuk Tim DOTS Tuberkulosis PK St. Carolus untuk melaksanakan program TB dengan strategi DOTS di rumah sakit. Dengan demikian program TB diperluas ke pasien rumah sakit (rawat jalan dan rawat inap).
Dari Balkesmas para pelaksana program mengunjungi penderita yang tak datang untuk kontrol/ berobat. Guna mencegah penderita lalai berobat, yang merupakan risiko terjadinya MDR-TB (Multi Drug Resistant TB), para pelaksana program sigap mencari (dan harus menemukan!) penderita. Tidak jarang pengunjung rumah berjuang keras kalau tempat tinggal penderita jauh atau alamat rumah tak jelas bahkan salah! Tidak ada penderita lalai berobat yang tak dapat ditemukan pengunjung rumah!
PROGRAM TB ST. CAROLUS
Program TB St. Carolus terdiri dari suatu konsep yang meliputi :
1. Penemuan penderita (case finding),
2. Pengobatan
3. Pendampingan penderita sampai sembuh
4. Pelaporan dan evaluasi program
Karena Program TB St. Carolus mendapat bantuan obat dan bahan pemeriksaan laboratorium dari Departemen Kesehatan RI, maka untuk pemeriksaan langsung dahak dan obat program pasien tidak membayar.
PANCA GEMALA PROGRAM TB ST. CAROLUS
Keberhasilan Program TB St. Carolus diperoleh melalui penerapan dan penghayatan dari butir-butir yang disebut sebagai Panca Gemala Program TB St. Carolus, yang terdiri dari: Pelestarian program, pelibatan keluarga, pendekatan holistik, penanganan komprehensif dan manusiawi.
ANGKA KESEMBUHAN
Angka kesembuhan penderita pada awal-awal pelaksanaan program sampai tahun 1990 berkisar 70 – 80%. Pada tahun-tahun berikutnya keberhasilan program meningkat dengan angka kesembuhan lebih dari 80%. Keberhasilan ini dicapai hanya dengan penekanan pada pengobatan yang lengkap dan teratur.
PENGALAMAN PASIEN
Mitos mengatakan bahwa penderita TB perlu dirawat di sanatorium, diisolasi, tidak boleh bekerja dan perlu banyak makan makanan bergizi. Beberapa pasien menceritakan pengalaman mereka bahwa mereka dapat sembuh tanpa perlu istirahat, ataupun tambahan makanan bergizi. AJS, 32 th, yang sering keringatan, batuk-batuk berdarah, sesak, lemah dan capek, didiagnosis sebagai pleural effusion (cairan di rongga pleura) karena TB. Hanya dengan berobat teratur selama 6 bulan ia sembuh dan dapat bekerja lagi. Sedangkan Ny. Yu, 37 th, sedianya akan dioperasi karena menderita TB tulang belakang. Tetapi setelah berobat di PK St. Carolus dan minum obat teratur, ia sembuh total tanpa operasi dan dapat berjalan lagi dengan normal. Pengalaman pasien-pasien ini dapat didengar langsung dari ybs. pada acara Talkshow di PK St. Carolus Sabtu, 24 April 2010 dengan tema “Menjaring TB semakin dini dan rinci, TB sembuh semakin pasti.”
Jakarta, 12 April 2010
Press Release
Panitia Peringatan Hari TB Sedunia MMX
PK St. Carolus